By. Deny Fadjar Suryaman
Gedubrakkkkk..
“aduuuhhh, siaalllll” lagi – lagi Slamet jatuh dari kasur yang seakan – akan
itu telah menjadi tanda alarm yang slalu membuatnya terbangun dari tidurnya.
Aneh, yah memang aneh, dulu waktu dia pertama kali lahir dari lobang ibunya
(ingat lobang yang di bawah bukan lobang hidung ibunya) bapaknya kasih dia nama
‘Slamet’ itu karena bapaknya berharap dia tumbuh jadi anak yang beruntung, tapi
entah aura apa yang slalu menaunginya sampai dia untuk bangun dari tidur aja
slalu sial ‘Hahahahaa’.
Pagi itu setelah dia
terjatuh dari tempat tidurnya, dia langsung beranjak ke kamar mandi. Di tempat
yang kata anak muda zaman sekarang itu tempat bergalau karena di kamar mandi
terdapat shower sebuah alat paten yang biasa digunakan anak muda untuk
mengobati rasa galaunya itu Slamet hanya melakukan kebiasaannya setiap kali dia
mandi, yaitu: hanya bergosok gigi dan membersihkan muka dengan pembersih muka
saja. Dia slalu beranggapan bahwa mandinya seorang lelaki itu yah cuma gosok
gigi dan membersihkan muka saja, jadi yah apa bedanya dengan kebiasaan yang
slalu dia lakukan, menurut dia hanya yang membedakannya adalah dia tidak
membasuh badannya dengan air. Menurut pendapatnya dia gak terbiasa membasuh
badannya dengan air.
“heeh Slamet” sentak
bokapnya yang datang tiba – tiba.
Slamet yang merasa kaget
dengan reflex dia berkata “aduh jantung gue copot”
“tumben kamu jam segini
mandi? Biasanya kan kamu mandinya nunggu matahari ada di atas ubun – ubun
(baca, siang)”
“biasa pak hari minggu, mau
main sama temen” balas Slamet.
Hari ini Slamet dan empat
kawan ingin pergi bermain ke kota Jakarta, sekedar ingin bermain ke tempat yang
ramai di kunjungi orang (setau geu sih Jakarta emang udah rame?? =_=” ). Dia
dan empat temannya yang bernama Sopyan, Haris, Dadang, dan Budi (ini bukan Budi
yang biasa anak SD sebut kalau lagi belajar baca, yaah!!!) pergi dengan
menggunakan jasa kereta api.
“hei, sob kenapa kita gak
pergi naik bus aja daripada naik kereta?” sahut Haris.
“heeh ris, naik kereta itu
banyak seninya. Didalam loe bisa ngobrol sama penumpang, loe bisa godain mbak –
mbak yang jualan, dan kalau loe beruntung bisa cari cewek didalam kereta. Gak
kaya naik bus, cuma bisa duduk rapih, yang ada gue malah tidur. Jadi, gak ada seninya
sob” terang Slamet.
“bener noh ris, udah lah
naik kereta aja” sambung Dadang.
Dan akhirnya mereka berlima
pun pergi dengan menggunakan kereta yang menuju Jakarta.
Didalam kereta sudah penuh
sesak dengan penumpang yang ingin beraktivitas, baik yang ingin pergi
beraktivitas ke kota Jakarta maupun hanya sekedar bermain sama seperti yang
mereka lakukan. “sob mending berdiri di sambungan aja, percuma masuk kedalam
gerbong gak akan dapet tempat duduk” ajak Slamet pada teman yang lainnya.
Mereka berlima pun memenuhi sambungan kereta yang secara tidak langsung
merupakan jalan lalu lintas para penumpang lain yang ingin berpindah gerbong ke
gerbong yang lainnya.
Sesaat setelah kereta
melalui beberapa stasiun, Sopyan yang berdiri tepat berhadapan dengan Dadang
merasa gelisah. “sumpah, gue udah kaya orag pacaran aja sama si Dadang. Liat
posisi gue (berdiri berhadapan seperti pasangan yang sedang bersiap untuk
ciuman) gak gue banget”.
“najis loe yan, emang gue
nafsu sama loe?” bantah Dadang.
“udah – udah liat Slamet
sama Budi, anteng bener dengan posisi mesra gtu” Haris menyelah.
“kekes bud. Hahahahaaa”
tambahnya.
Budi yang merasa posisinya
dengan Slamet keliat aneh langsung menghentakan tangan Slamet yang bertopang
pada dinding kereta yang tepat di bahunya sambil berkata “anjiir loe met”.
Slamet yang merasa kaget
tanpa sengaja bibirnya menyentuh pipi mbak – mbak yang jualan nasi merah yang
berdiri tepat di sebelah dia dan Budi. “astaghfirullah..” reflex Slamet, “maaf
mbak gak sengaja”.
“sengaja juga gak apa
– apa kok” jawab mbak penjual.
“pindah – pindah sob,
jangan disini berdirinya. Sumpah, gak aman posisinya” tambah Slamet pada
temannya.
Mereka pun pindah mencari
tempat yang lain.
Dan akhirnya mereka
memutuskan berpisah, Haris dan Sopyan memilih berdiri didekat pintu kereta,
Budi dan Dadang memilih masuk agak kedalam gerbong, dan Slamet hanya berdiri
didepan pintu kamar mandi. Dan akhirnya mereka sampai di stasiun Serpong, yang
artinya cuma beberapa stasiun lagi mereka sampai pada tujuan.
“ris liat tuh ada cewek di
atas gedung, lagi liat kesini. Pasti dia lagi manggil bokapnya trus bilang ‘ayah
– ayah ada orang ganteng tuh di kereta’ “. Terang Sopyan.
“wew, paling juga bokapnya
bilang ‘aah, salah liat kali’ ”. Jawab Haris.
Tanpa disadari Haris, Dadang,
Budi, dan Sopyan, ternyata Slamet yang sudah pindah berdiri di seberang pintu
kamar mandi ternyata di hampiri seorang cewek cantik yang baru naik ketika di
stasiun Serpong tadi.
“khhmmm, hajar met” teriak
Budi yang meliat posisi Slamet sangat menguntungkan, bagai dapat durian runtuh.
Slamet yang lugu dan polos
itu pun hanya terdiam dan bergetar karena posisinya yang berpulukkan dengan
cewek itu, yang hanya dibatasi tas yang di gendongnya.
Dan akhirnya cewek itu pun
turun di stasiun berikutnya.
“woy cah, awas kaki
loe tuh, jangan keluar pintu” sahut polisi yang bertugas menjaga di dalam
kereta pada Haris.
“liat ris, awas wooyyy!!!”
teriak Sopyan.
‘Wwwusssshhhhtttttttttttttt’
“selamet, selamet, hampir
aja kaki gue putus nih yan”
“itu kan namaaaa guee
rissss” teriak Slamet.
Akhirnya mereka pun tiba di
stasiun kota di Jakarta. Dan bergegas turun dari kereta yang memberikan
berbagai macam seni didalamnya.
“sumpah, lain kali gue gak
bakal naik kereta lagi. Hampir aja kaki gue putus” kata terakhir yang di
lontarkan Haris yang kecewa dengan kejadian di kereta saat di stasiun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar